JAKARTA, LENSAMERDEKA.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memberikan tanggapan ringan terkait kebijakan tarif dagang yang diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam forum internasional bertajuk Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition (GHES) 2025, ia menilai kebijakan tersebut sebagai bagian dari dinamika perdagangan global.
Menurut Bahlil, kebijakan tarif seperti itu bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. Ia bahkan menyamakannya dengan strategi negosiasi ala pengusaha muda Indonesia.
“Ini bukan kiamat. Di HIPMI, kami biasa bikin tensi tinggi dulu sebelum cari titik temu. Ini cuma trik dagang,” ujarnya dalam acara yang digelar Selasa, 16 April 2025.
Di tengah keraguan global terhadap proses transisi energi, Bahlil justru menilai penyelenggaraan GHES 2025 sebagai bukti komitmen Indonesia dalam menjalankan kesepakatan Paris Agreement. Ia mengakui bahwa tantangan memang besar, namun Indonesia tetap bertekad melangkah maju, dengan pendekatan yang penuh kehati-hatian.
“Saya lihat banyak negara mulai ragu soal transisi energi. Tapi Indonesia tidak akan mundur. Kami tetap pada jalur transisi, hanya saja lebih hati-hati,” jelasnya.
Bahlil juga menyoroti peran penting hidrogen dalam rencana besar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam mewujudkan kemandirian energi nasional. Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis karena didukung oleh ketersediaan bahan baku utama hidrogen, yaitu batu bara, gas alam, dan air.
“Negara kita punya modal besar. Cadangan batu bara kita nomor enam dunia, produksi gas akan terus tumbuh, dan sumber daya air kita melimpah. Ini fondasi penting untuk mengembangkan hidrogen,” paparnya.
Lebih lanjut, Bahlil menekankan bahwa strategi hilirisasi bahan baku harus menjadi prioritas dalam membangun ekosistem energi hijau. Bukan sekadar mengejar target transisi, tetapi juga menciptakan nilai tambah dari dalam negeri.
“Kalau kita hanya ekspor bahan mentah, kita kehilangan potensi besar. Dengan hilirisasi, kita bangun industri, serap tenaga kerja, dan kuasai teknologi,” tegasnya.
Sebagai penutup, Bahlil memberi apresiasi terhadap langkah PT PLN (Persero) yang telah mulai membangun infrastruktur untuk kendaraan listrik. Meskipun jumlah kendaraan listrik masih terbatas, kehadiran stasiun pengisian daya dianggap sebagai investasi awal yang cerdas.
“PLN ini visioner. Charger-nya udah siap, tinggal mobilnya yang nyusul. Ini menunjukkan arah yang benar,” ucapnya sambil tertawa bersama Direktur Utama PLN.
Komentar-komentar Bahlil mencerminkan strategi realistis pemerintah Indonesia dalam menavigasi perubahan global. Alih-alih terbawa arus geopolitik atau tekanan pasar internasional, Indonesia memilih jalannya sendiri: tetap berkomitmen pada transisi energi, tetapi tanpa tergesa-gesa. Pendekatan ini penting untuk memastikan transisi tidak hanya hijau secara konsep, tetapi juga berkelanjutan dari sisi ekonomi dan sosial.
Comment