MAKASSAR, LENSAMERDEKA.COM — Kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Makassar kembali memicu perhatian publik. Kali ini, suara lantang datang dari kalangan mahasiswa yang mendesak agar Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar memperluas penyidikan hingga ke pihak-pihak yang diduga terlibat di luar struktur KONI.
Razak Usman, Wakil Sekretaris Umum PTKP HMI Cabang Gowa Raya, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi lembaga olahraga yang semestinya menjadi pendorong prestasi atlet, namun justru dicemari praktik korupsi.
“Kasus ini jangan hanya berhenti pada pengurus KONI. Kami mendesak Kejari Makassar untuk membidik aliran dana hibah yang mungkin juga dinikmati oleh aktor-aktor politik,” ujar Razak, Jumat (18/4/2025).
Ia menyoroti secara khusus dugaan keterlibatan salah satu anggota DPRD Makassar, yang merupakan istri dari tersangka utama, Ahmad Susanto. Menurutnya, ini menjadi indikasi bahwa korupsi tak hanya berputar di lingkaran birokrasi olahraga, melainkan menjalar ke wilayah legislatif.
Hingga saat ini, Kejari Makassar telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, termasuk Ahmad Susanto selaku Ketua KONI Makassar, bersama dua pengurus lainnya: Ratno dan Muhammad Taufik. Dalam perkembangan terbaru, dua event organizer (EO), HH dan JTU, juga dijadikan tersangka karena peran mereka dalam pengadaan kegiatan seperti Malam Juara 2022, Porkot 2023, dan Kampung Atlet.
“HH dan JTU diduga melakukan rekayasa anggaran dan laporan fiktif dalam sejumlah kegiatan yang dibiayai dari dana hibah KONI,” terang Kasi Intel Kejari Makassar, Alamsyah.
Kasus ini memperlihatkan pola korupsi yang sistematis. Tidak hanya melibatkan pengurus resmi, tapi juga pihak ketiga seperti EO, dan diduga merambat ke figur politik. Dana hibah yang semestinya digunakan untuk mendukung atlet dan mengembangkan olahraga daerah, justru mengalir ke kantong pribadi sejumlah oknum.
Desakan dari mahasiswa menjadi tekanan moral penting agar Kejari tidak hanya fokus pada nama-nama yang telah ditetapkan, melainkan juga membongkar jaringan lebih luas yang mungkin ikut bermain di balik layar.
Publik kini menanti ketegasan Kejaksaan: apakah penyidikan akan menjangkau semua pihak tanpa pandang bulu, atau berhenti di batas simbolik. Bagi masyarakat, keadilan bukan hanya soal menghukum yang bersalah, tetapi juga mencegah pengulangan di masa depan.
Comment