BARRU, LENSAMERDEKA.COM – Rencana penyelenggaraan Pasar Malam oleh pihak swasta di Kecamatan Tanete Rilau menuai penolakan keras dari Asosiasi Pedagang Pasar Kabupaten Barru. Penolakan itu disampaikan melalui surat resmi yang ditujukan kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Barru, tertanggal 18 Juni 2025.
Dalam surat tersebut, asosiasi menyatakan kekhawatiran terhadap dampak ekonomi yang dirasakan langsung oleh pedagang pasar tradisional, khususnya di tengah kondisi daya beli masyarakat yang belum stabil. Mereka menilai kegiatan semacam itu justru mempersempit ruang hidup pedagang lokal yang bergantung pada aktivitas jual beli harian.
“Pasar Malam seringkali menarik penjual dari luar daerah dan mendominasi perputaran uang masyarakat. Dampaknya sangat dirasakan oleh pedagang kecil di pasar tradisional yang menggantungkan hidupnya setiap hari dari jual beli harian,” ujar H. Umar Mustari, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Kabupaten Barru.
Kegiatan Pasar Malam yang direncanakan oleh pelaksana “Bintang Rejeki Nusantara” itu disebut akan digelar di Lapangan Sepak Bola Abdul Kadir, Coppeng-Coppeng, Desa Pancana, Kecamatan Tanete Rilau. Namun, menurut para pedagang, rencana ini bertentangan dengan kesepakatan sebelumnya antara Pemerintah Daerah dan DPRD Barru, yang telah menyepakati bahwa Pasar Malam hanya boleh diselenggarakan dua kali dalam setahun—yakni saat Hari Jadi Barru pada Februari dan perayaan HUT RI di bulan Agustus.
Penolakan ini mengemuka dari hasil rapat gabungan antara Ketua Asosiasi Pedagang, penanggung jawab Pasar Bungi (Desa Lalabata), Pasar Cilellang (Desa Pao-Pao), dan Kepala Pasar Pekkae. Mereka menyoroti kecenderungan frekuensi pasar malam yang meningkat belakangan ini, termasuk penyelenggaraan terakhir pada April hingga Mei 2025 di sekitar Alun-alun Kota Barru, yang dinilai telah memicu ketimpangan dan keresahan ekonomi di tingkat pedagang kecil.
Di tengah derasnya arus komersialisasi ruang publik, para pedagang menekankan pentingnya keberpihakan kebijakan terhadap ekonomi kerakyatan. Mereka menilai bahwa keberlanjutan pasar tradisional sebagai tulang punggung ekonomi lokal perlu dijaga dari intervensi yang bersifat temporer dan eksploitatif.
Surat penolakan yang kini beredar luas di media sosial itu diakhiri dengan permintaan tegas kepada Pemerintah Kabupaten Barru untuk meninjau ulang izin kegiatan pasar malam tersebut. Para penandatangan berharap pemerintah lebih mengedepankan aspek keadilan ekonomi dan keberlanjutan usaha masyarakat lokal ketimbang sekadar pertimbangan hiburan sesaat.
Jika Pemkab Barru mengabaikan aspirasi ini, dikhawatirkan ketegangan sosial dan kesenjangan ekonomi di kalangan pelaku pasar tradisional akan terus melebar.
Comment