Wabup Barru Soroti Kesenjangan Intervensi Stunting, Ajukan Solusi Data dan Inovasi

MAKASSAR, LENSAMERDEKA.COM — Wakil Bupati Barru, Dr. Ir. Abustan Andi Bintang, M.Si., menegaskan bahwa penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara parsial dan harus diintegrasikan dengan strategi pengentasan kemiskinan ekstrem. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Penyusunan Laporan TPPS Semester I Tahun 2025 yang dirangkaikan dengan evaluasi program penanganan stunting tingkat Provinsi Sulawesi Selatan, bertempat di Hotel Dalton Makassar, Selasa (29/7/2025).

Sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Barru, Abustan menyampaikan pandangan kritis terhadap pemerataan intervensi provinsi. Dari 55 desa dan kelurahan di Barru, hanya 21 yang mendapatkan intervensi program dari Pemprov Sulsel.

“Kalau kita bicara equity, maka semua desa seharusnya disentuh, meskipun dengan porsi yang disesuaikan. Kami tidak tinggal diam. Kami ambil kebijakan diskresi dengan mengubah APBD desa dan menggalang dukungan dari leading sector untuk desa/kelurahan yang belum tersentuh,” tegasnya.

Lebih lanjut, Wabup Barru memperkenalkan program inovatif bernama KoKo BeStimi—akronim dari Kolaborasi dan Konvergensi Berantas Stunting dan Kemiskinan Ekstrem—yang dirancang untuk mengintegrasikan intervensi lintas sektor. Program ini muncul dari mandat ganda Abustan sebagai Ketua TPPS sekaligus Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Barru.

Dalam paparannya, Abustan mengungkapkan hasil pendataan berbasis Google Form dengan 216 variabel per rumah tangga. “Dari satu dusun saja, kami temukan 11 anak stunting dan tujuh persoalan dalam satu rumah tangga, mulai dari sanitasi, rumah tidak layak huni, hingga pola asuh. Jadi, penanganannya tidak bisa sepotong-sepotong,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut, Pemkab Barru akan melatih 2.470 kader posyandu untuk memverifikasi data by name by address. Data ini menjadi dasar bagi intervensi sektor lain, seperti perbaikan rumah dan sanitasi oleh Dinas PU, serta pemenuhan gizi dan layanan kesehatan oleh Dinas Kesehatan.

Selain pendekatan kesehatan, Barru juga menyusun solusi berbasis ekonomi. Salah satunya melalui pemberdayaan keluarga miskin dengan kandang bebek dua lantai, agar anak-anak dapat mengonsumsi telur secara rutin.

“Kami tidak ingin hanya membagi bantuan tanpa dampak permanen. Target kami jelas: keluarga miskin ekstrem harus keluar dari kemiskinan secara berkelanjutan, dan tidak boleh ada anak yang stunting,” tandas Abustan.

Wabup Barru juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan pemerintah provinsi agar intervensi tepat sasaran dan berbasis data. Ia mengapresiasi dukungan anggaran provinsi, namun mengingatkan bahwa efektivitas program bergantung pada akurasi pendataan.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sulsel Hj. Fatmawati Rusdi, SE., M.M., yang membuka kegiatan secara daring, memaparkan capaian provinsi dalam penurunan prevalensi stunting, dari 27,4 persen pada 2023 menjadi 23,3 persen di 2024. Namun, angka tersebut masih di atas rata-rata nasional, yakni 19,8 persen.

Ia menyebutkan bahwa Pemprov Sulsel mengalokasikan anggaran Rp62 miliar untuk intervensi di 504 desa lokus, menyasar lebih dari 15 ribu anak stunting dan seribu ibu hamil berisiko. “Ini adalah tanggung jawab kita semua,” ujarnya.

Kegiatan ini diikuti oleh seluruh Ketua dan Anggota TPPS kabupaten/kota se-Sulsel, bersama perwakilan OPD terkait, akademisi, dan mitra pembangunan. Wakil Bupati Barru hadir didampingi Kepala DPMDPPKBPPPA, Sekretaris Dinas Kesehatan, serta Bappelitbangda Bidang PPM.

Forum ini diharapkan menjadi ruang berbagi inovasi dan strategi antar daerah dalam upaya mencapai target nasional prevalensi stunting, sekaligus memperkuat sinergi pembangunan manusia di Sulawesi Selatan.

Comment