JENEPONTO, LENSAMERDEKA.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pengadaan dan pencetakan soal ujian tingkat Sekolah Dasar pada tahun anggaran 2023. Penetapan ini diumumkan langsung oleh Kepala Kejari Jeneponto, Teuku Luftansya Adhyaksa, dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu malam, 11 Juni 2025, sekitar pukul 23.30 WITA.
Ketiga tersangka terdiri atas UB, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jeneponto yang masih aktif menjabat, MI selaku Direktur CV Media Komunikasi yang menjadi rekanan dalam proyek pengadaan naskah ujian, serta NA yang merupakan mantan Kepala Disdikbud dan diduga terlibat dalam perencanaan hingga penganggaran proyek fiktif tersebut. Ketiganya ditetapkan berdasarkan surat resmi yang ditandatangani penyidik Kejari pada 11 Juni 2025, setelah penyidik menyatakan telah memiliki minimal dua alat bukti yang sah sesuai hukum.
Kajari Jeneponto dalam keterangannya menyebutkan bahwa kerugian negara akibat proyek ini diperkirakan mencapai Rp2 miliar dari total anggaran Rp36,4 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023. Dana tersebut dikelola oleh Disdikbud Jeneponto untuk keperluan pendidikan dasar.
Penyidikan terhadap kasus ini telah berlangsung sejak November 2024 dan melibatkan rangkaian pemeriksaan atas dokumen pengadaan, mekanisme pencairan dana, serta pelacakan aliran dana kepada berbagai pihak terkait. Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Jeneponto, Anggriani, menjelaskan bahwa sejauh ini tim penyidik telah memeriksa sekitar 350 saksi yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari kepala sekolah, bendahara BOS, staf dinas pendidikan, hingga pihak dari perusahaan percetakan. Ia menambahkan bahwa pemeriksaan saksi masih akan terus berlanjut seiring dengan proses pengembangan penyidikan.
Anggriani menegaskan bahwa Kejaksaan tidak menutup kemungkinan akan adanya penambahan tersangka, bergantung pada hasil pemeriksaan dan bukti tambahan yang ditemukan. Ia juga mengajak masyarakat untuk turut serta mengawasi jalannya proses hukum agar berlangsung secara transparan dan akuntabel.
Atas dugaan perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sebagai pasal subsider, mereka juga disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, yang berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Apabila terbukti bersalah, para tersangka terancam hukuman penjara minimal empat tahun hingga dua puluh tahun, disertai denda maksimal satu miliar rupiah, serta pidana tambahan berupa kewajiban mengganti kerugian negara.
Kasus korupsi dana BOS di Jeneponto ini kembali menunjukkan bahwa pengelolaan dana pendidikan di tingkat daerah masih menghadapi tantangan serius dari sisi transparansi dan akuntabilitas. Dugaan proyek fiktif dalam pencetakan naskah ujian mencerminkan lemahnya sistem pengawasan internal serta minimnya keterlibatan publik dalam proses penganggaran. Kejaksaan diharapkan menjalankan proses hukum ini secara tuntas dan objektif, sebagai bentuk peringatan bagi pihak lain yang berniat menyalahgunakan dana publik, khususnya yang diperuntukkan bagi dunia pendidikan dasar
Comment