WAJO, LENSAMERDEKA.COM – Kejahatan yang mengejutkan terjadi di Kabupaten Wajo. Tiga mesin ATM milik Bank Sulselbar dibobol dalam satu malam. Uang ratusan juta rupiah raib. Namun yang paling mencengangkan bukan jumlah kerugiannya, melainkan pelakunya: MA (26), seorang petugas keamanan internal bank yang seharusnya menjaga, bukan justru membobol sistem tempatnya bekerja.
Kasus ini diungkap Kepolisian Resor Wajo dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres, Kamis (26/6/2025). Kapolres Wajo AKBP Muhammad Rosid Ridho memimpin langsung rilis kasus, didampingi Kasat Reskrim Iptu Fahrul dan Kanit Pidum Iptu Andi Muhlis.
Menurut Kapolres, aksi kriminal MA berlangsung pada Senin dini hari, 23 Juni 2025. Pelaku memulai aksinya dari kantor Bank Sulselbar di Jl. R.A. Kartini, Kecamatan Tempe. Dengan memecahkan kaca, ia berhasil masuk dan mengambil kunci mesin ATM. Kemudian, ia menyasar dua lokasi lainnya: mesin ATM di Kelurahan Sompe dan Pammana. Dari tiga titik tersebut, MA membawa kabur delapan kaset berisi uang tunai.
“Motifnya untuk membayar utang dan kebutuhan pribadi,” ungkap AKBP Ridho.
Total kerugian akibat aksi ini ditaksir mencapai Rp480 juta. Dari hasil penyelidikan dan penggeledahan, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk satu obeng, mesin pemotong kertas, lima kaset ATM, dan uang tunai sebesar Rp410,7 juta. Sisanya masih dalam proses penelusuran.
Tersangka MA kini dijerat dengan Pasal 363 ayat (1) dan Pasal 362 KUHP tentang pencurian, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Kapolres Wajo menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh lembaga keuangan untuk memperkuat pengawasan internal terhadap pegawai maupun sistem keamanannya.
“Ini pelajaran penting bagi seluruh institusi keuangan di Wajo dan sekitarnya untuk memperketat pengawasan internal,” tegasnya.
Kasus pembobolan ini menunjukkan bahwa pelaku kejahatan tak selalu berasal dari luar sistem. Dalam konteks keamanan perbankan, pengawasan internal kerap menjadi titik lemah yang dimanfaatkan oleh pihak yang justru berada di dalam. Kepercayaan yang disalahgunakan oleh MA membuka kembali urgensi untuk mengaudit ulang prosedur keamanan, sistem akses, dan seleksi personel yang memegang tanggung jawab vital. Terlebih di era digital, pengamanan fisik tetap penting, namun integritas SDM menjadi fondasi yang tak bisa diabaikan.
Comment