Musim Kemarau Dingin? Ini Penjelasan BMKG Tentang Perubahan Suhu Ekstrem

MAKASSAR, LENSAMERDEKA.COM – Suhu udara yang lebih dingin dari biasanya belakangan dirasakan oleh masyarakat di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan. Kondisi yang terjadi pada malam hingga pagi hari ini menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat, terutama karena berlangsung di tengah musim kemarau yang identik dengan cuaca panas.

Fenomena tersebut dikenal sebagai bediding, dan menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi ini merupakan bagian dari siklus alami atmosfer pada musim kemarau. Bediding ditandai oleh udara yang sangat sejuk atau bahkan menusuk kulit pada malam dan dini hari, sementara suhu di siang hari tetap terasa terik.

“Fenomena bediding adalah kondisi udara dingin dari malam hingga pagi hari yang biasa terjadi di musim kemarau, khususnya di daerah pegunungan dan dataran tinggi seperti Dieng, juga di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT,” jelas BMKG dalam keterangan tertulis.

Menurut BMKG, turunnya suhu secara drastis dipicu oleh langit yang cerah tanpa tutupan awan, yang umum terjadi di musim kemarau. Kondisi ini memungkinkan radiasi panas dari permukaan bumi terlepas dengan cepat ke atmosfer, sehingga suhu permukaan menurun drastis menjelang pagi. Di sisi lain, kelembapan udara yang rendah turut berkontribusi, karena tidak adanya lapisan uap air yang berfungsi sebagai ‘selimut alami’ untuk menahan panas.

“Minimnya awan menyebabkan proses pendinginan permukaan bumi berjalan lebih cepat, sehingga suhu turun signifikan, terutama menjelang pagi hari,” tulis BMKG.

Selama periode 1–13 Juli 2025, BMKG mencatat suhu minimum di sejumlah wilayah Indonesia. Titik terendah tercatat di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan suhu mencapai 11,2 derajat Celsius. Meskipun wilayah seperti Sulsel tidak termasuk dalam zona suhu ekstrem tersebut, beberapa daerah di dataran tinggi atau pegunungan tetap merasakan dampaknya.

Di kawasan seperti Malino, Enrekang, dan Toraja, masyarakat mengeluhkan suhu pagi hari yang menusuk, bahkan membuat sebagian warga merinding dan memilih menunda aktivitas pagi di luar rumah.

BMKG memprediksi kondisi bediding ini akan terus berlangsung hingga September 2025, seiring dengan berlanjutnya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia. Meski bukan termasuk fenomena yang membahayakan, masyarakat tetap diimbau untuk mewaspadai dampaknya terhadap kesehatan.

“Kami mengingatkan masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh, mengonsumsi makanan bergizi, dan memakai pakaian hangat jika beraktivitas di luar rumah pada malam atau pagi hari,” imbau BMKG.

Di Sulsel, suhu dingin ini dapat berdampak pada produktivitas petani dan warga yang beraktivitas dini hari. Sektor pertanian, terutama di wilayah pegunungan, perlu mengantisipasi risiko embun beku atau perubahan suhu ekstrem yang dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman.

Sementara itu, Dinas Kesehatan di beberapa kabupaten juga mulai menyosialisasikan pentingnya menjaga imunitas tubuh, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Comment