BARRU, LENSAMERDEKA.COM — Sejumlah warga dari Desa Balusu, Kecamatan Balusu, dan beberapa wilayah lainnya di Kabupaten Barru mendatangi Gedung DPRD Barru untuk menyampaikan keluhan terkait persoalan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mereka anggap bermasalah. Meski mengaku rutin membayar pajak setiap tahun, data menunjukkan mereka tercatat sebagai penunggak pajak hingga tujuh bahkan sembilan tahun.
Keluhan ini disampaikan langsung di hadapan Ketua Komisi II DPRD Barru, Syamsu Rijal, yang menerima warga pada Senin (1/7/2025). Salah satu warga, Dewi, mengungkapkan pengalamannya saat hendak mengurus sertifikat tanah melalui BRI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), namun ditolak karena dianggap belum melunasi PBB.
“Saya kaget karena setiap tahun selalu bayar PBB melalui kepala dusun, dan saya terima bukti pembayaran,” tutur Dewi.
Namun, saat dilakukan pengecekan, Dewi tercatat belum melunasi pajak selama tujuh tahun. Hal ini baru terungkap ketika proses administrasi di BPN mensyaratkan bukti pelunasan PBB sebagai dokumen utama.
Setelah kasus ini, Dewi dan warga lain mulai membayar langsung melalui bank dan baru mengetahui bahwa dokumen pelunasan yang sah bukanlah SPPT, melainkan bukti setor resmi dari lembaga penerima pembayaran.
“Selama ini kami kira SPPT itu bukti pelunasan. Ternyata bukan. Bukti pelunasan itu ada sendiri,” ujar Dewi.
Menanggapi aduan tersebut, Ancu, sapaan akrab Ketua Komisi II DPRD Barru, menyatakan keprihatinannya dan berkomitmen untuk menindaklanjuti laporan warga.
“Ini perlu perhatian serius. Kami akan menelusuri bagaimana kasus seperti ini bisa terjadi. Mudah-mudahan tidak banyak warga yang mengalami hal serupa,” ujarnya.
Ancu menyebutkan, Komisi II akan mengkoordinasikan hal ini dengan instansi terkait, termasuk Bapenda dan Pemerintah Desa, guna mengungkap kemungkinan adanya kelalaian atau penyalahgunaan dalam mekanisme pembayaran PBB.
Kasus seperti yang dialami Dewi dan warga lainnya membuka ruang diskusi lebih luas tentang transparansi dan sistem akuntabilitas pembayaran pajak di tingkat desa. Mekanisme pembayaran melalui perantara—seperti kepala dusun—yang tidak dibarengi sistem pencatatan terintegrasi, rentan menimbulkan masalah maladministrasi hingga potensi penyalahgunaan.
Penting bagi pemerintah daerah untuk mendorong digitalisasi dan literasi pajak di tingkat masyarakat bawah, termasuk menjelaskan secara menyeluruh perbedaan antara SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) dan bukti pelunasan sah. Pengawasan internal di desa juga perlu diperkuat agar kepercayaan warga terhadap sistem pembayaran pajak tidak tergerus.
Comment